MAKALAH
SEJARAH HUKUM ISLAM
“BIOGRAFI SINGKAT IMAM SYAFI’I”
Makalah ini diajukan
untuk memenuhi tugas sejarah hukum islam yang diampu oleh
Prof. Drs. H. Akh
minhaji, M.A, Ph.D.
Dibuat Oleh :
SANDY MULIA ARHDAN
(14370035)
PROGRAM STUDI SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN
HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Biografi Imam Syafi’i ”. Dalam meyelesaikan makalah ini saya telah berusaha
untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan
pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang saya miliki, saya menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna.
Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya ingin
menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah sejarah hukum islam dan teman-teman.
Saya menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih butuh banyak perbaikan dan bimbingan. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini
sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca, amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR
ISI............................................................................................................
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................... i
B. Masalah................................................................................................................ ii
C. Rumusan
Masalah................................................................................................ ii
D. Tujuan.................................................................................................................. ii
BAB
II: PEMBAHASAN
A. Asal Usul Imam Syafi’i dan Nasabnya................................................................ 1
B. Kelahiran dan Pertumbuhan Imam syafi’i
Dalam Menuntut Ilmu....................... 1
C.
Perjalanan Imam Syafi’i Dalam Menuntut Ilmu................................................... 4
D.
Guru dan Murid Imam Syafi’i.............................................................................. 9
E.
Kitab-Kitab Karangan Imam Syafi’i yang Terkenal.............................................. 10
F.
Wafatnya Imam Syafi’i......................................................................................... 11
BAB
III: PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................ 13
Saran.......................................................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 14
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Imam empat
serangkai adalah imam-imam mazhab fikih dalam islam. Mereka imam-imam bagi
mazhab empat yang berkembang dalam islam. Meeka terkenal sampai kepada seluruh
umat di zaman yang silam dan sampai sekarang. Mereka itu adalah :
Abu Hanifah
Annu’man
Malik Bin Anas
Muhammad Idris
Asy-syafi’i
Ahmad Bin
Muhammad Bin Hambal
Karena
pengorbana dan bakti mereka yang besar terhadap agama islam yang maha suci,
khususnya dalam bidang ilmu fikih mereka telah sampai ke peringkat atau
kedudukan yang baik dan tinggi dalam islam. Peninggalan mereka merupakan amalan
ilmu fikih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi agama islam dan
kaum muslimin umumnya.
Karena
kesuburan dan kemasyhurannya dalam ilmu fikih di samping usaha mereka yang
bermacam-macam terhadap agama islam nama-nama mereka sangat dikenal pada zaman
kejayaannya islam. Mereka bekerja keras untuk menjaga dan menyuburkan
ajaran-ajaran islam kepada seluruh umat lebih-lebih dalam ilmu fikih sejak
terbitnya nur islam.
Namun pada
makalah ini akan dibahas lebih spesifik tentang biografi muhammad idris syafi’i
atau lebih dikenal dengan imam syafi’i. Imam syafi’i adalah imam yang ketiga
menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadist
dan pembaharu dalam agama (mujaddid) dalam abad kedua hijrah.
B.
Masalah
Imam
syafi’i adalah salah satu dari 4 imam mazhab yang terkenal saat ini. Apalagi di
indonesia banyak orang menggunakan fatwa/fiqih dari imam syafi’i. Akan tetapi
yang menjadi problem adalah diantara beberapa buku banyak terjadi perbedaan
tentang penjelasan perjalanan hidup imam syafi’i, mulai dari sejak lahir hingga perjalanan imam syafi’i menuntut ilmu bahkan
sampai ia wafat. Maka dari itu penulis mencoba untuk memberikan sedikit pencerahan
mengenai biografi imam syafi’i berdasarkan sumber-sumber yang telah di
didapatkan. Oleh sebab itu, dalam menjawab persoalannya, akan dijelaskan dengan
memberikan batasan-batasan berdasarkan rumusan masalah.
C.
Rumusan Masalah
1.
Dimana
imam syafi’i dilahirkan ?
2.
Kemana
sajakah imam syafi’i pergi mencari ilmu ?
3.
Bagaimana
cara imam syafi’i mengeluarkan istinbath ?
D.
TUJUAN
Untuk
mengetahui biografi imam syafi’i
PEMBAHASAN
BIOGRAFI SINGKAT IMAM SYAFI’I
A.
Asal Usul Imam Syafi’i Dan Nasabnya
Nama
lengkap dari Imam Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin
‘Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin
al-Muthalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay
bin Ghalib, abu ‘Abdillah al-Qurasyi Asy-Syafi’i al-Maliki, keluarga dekat
rasulullah dan putra pamannya.[1]
Al-Muthalib
adalah saudara Hasyim, ayah dari ‘Abdul Muthalib. Kakek Rasulullah SAW. Dan
kakek imam asy-Syafi’i berkumpul (bertemu nasabnya) pada ‘abdi Manaf bin
Qushay, kakek Rasulullah SAW. Yang ketiga.
Idris,
ayah asy-syafi’i tinggal di tanah hijaz, ia adalah keturunan arab dari kabilah
qurasy. Kemudian ibunya yang bernama fathimah al-azdiyyah adalah berasal dari
salah satu kabilah di yaman, yang hidup
dan menetap di hijaz. Semenjak kecil fathimah merupakan gadis yang banyak
beribadah memegang agamanya dengan kuat dan sangat taat dengan rabb-Nya. Dia
dikenal cerdas dan mengetahui seluk beluk al-quran dan as-sunah, baik ushul
maupun furu’ (cabang). [2]
Imam
an-nawawi berkata : imam asy-syafi’i adalah qurasyi (berasal dari suku qurasy)
dan muthalib (keturunan muthalib) berdasarkan ijma’ para ahli riwayat dari
semua golongan, sementara ibunya berasal dari suku azdiyah. Imam asy-syafi’i
dinisbahkan kepada kakeknya yang bernama syafi’i bin as-saib, seorang sahabat
kecil yang sempat bertemu dengan rasulullah SAW. Ketika masih muda.
B.
Kelahiran dan Masa Pertumbuhan Imam asy-Syafi’i dalam menuntut ilmu
1.
kelahiran imam asy-syafi’i
idris
bin al-abbas menyertai istrinya dalam sebuah perjalanan yang cukup jauh, yaitu menuju
kampung gazzah di palestina, dimana saat itu umat islam sedang berperang
membela negeri islam di kota asqalan, sebuah kota pesisir. Lalu mereka tinggal
di kampung gazah yang sudah dekat dengan ‘asqalan. pada saat itu fathimah
sedang mengandung, idris sangat gembira dengan hal ini, sehingga ia berkata
:”jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan kunamakan muhammad, dan akan
kupanggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu syafi’i bin asy-syaib.”
Akhirnya fatimah melahirkan di gazah tersebut, dan terbuktilah apa yang
dicita-citakan oleh ayahnya. Anak itu dinamai muhammad, dan dipanggil dengan
nama asy-syafi’i. [3]
Para
sejarawan sepakat bahwa imam asy-syafi’i lahir pada tahun 150 H,[4] yang
merupakan tahun wafatnya imam abu hanifah. Kemudian ada banyak riwayat yang
menyebutkan tentang tempat imam asy-syafi’i lahir. Tempat yang paling populer
adalah beliau dilahirkan di kota ghazzah, dan pendapat lain mengatakan di kota
‘asqalan, dan pendapat yang lain lagi mengatakan bahwa beliau dilahirkan di
yaman.
Tidak lama setelah asy-syafi’i lahir, ayahnya
meninggal, saat itu umur asy-syafi’i belum menginjak dua tahun. Keudian ia
dibesarkan dan dididik oleh ibunya. Dia melihat bahwa jika tetap tinggal di
ghazzah maka sambungan nasabnya kepada qurasy akan hilang, disamping itu akan
terhalangi untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Maka ibunya memutuskan
membawa asy-syafi’i ke makkah al-mukaramah, dan tinggal disebuah kampung disana
dekat masjid al-haram, yang disebut kampung al-khaif.
Asy-syafi’i
dibesarkan dalam kondisi yatim dan fakir, hidup atas bantuan keluarganya dari
kabilah qurasy, namun bantuan keluarganya sangat minim, tidak cukup untuk
membayar guru yang bisa mengajarkan tahfidz al-quran serta dasar-dasar membaca
dan menulis. Namun karena sang guru melihat kecerdasan asy-syafi’i serta
kecepatan hafalannya, ini dibebaskan dari bayaran.
Asy-syafi’i
pernah berkata : saat aku di kuttab, aku mendengar guruku mengajar murid-murid
tentang ayat-ayat al-quran, maka aku langsung menghafalkan, apabila ia
mendiktekan sesuatu, belum sampai guruku selesai membacakannya kepada kami, aku
telah menghafal seluruh apa yang didektekannya, maka dia berkata kepadaku suatu
hari ”Demi Allah. Aku tidak pantas mengambil bayaran dari kamu sesen pun.”
Pendapat tentang tempat kelahiran asy-syafi’i :
Disebutkan
dalam riwayat ibnu abi hatim dari ‘amr bin sawad, ia berkata : “imam syafi’i
berkata kepadaku: ‘aku dilahirkan di negeri ‘asqalan. Ketika aku berusia dua
tahun, ibuku membawaku ke makkah.’ ”
Sementara
imam al-baihaqi menyebutkan dengan sanadnya, dari muhammad bin ‘abdillah bin
‘abdul hakim, ia berkata : aku dilahirkan di negeri ghazzah. Kemudian, aku
dibawa ibuku ke ‘asqalan.
Kemudian
yakut menceritakan bahwa imam asy-syafi’i pernah menceritakan: aku dilahirkan
di negeri yaman, ibuku bimbang aku tidak terurus, lalu aku dibawa bersamanya ke
mekah, umurku pada waktu itu kurang lebih 10 tahun.[5]
Selanjutnya
al-baihaqi berkata : ada kemungkinan yang dimaksud dari beberapa pendapat
tentang kelahiran imam syafi’i adalah tempat yang dihuni oleh sebagian
keturunan yaman di kota ghazzah, seluruh riwayat menunjukkan bahwa imam
asy-syafi’i dilahirkan di kota ghazzah kemudian ia dibawa ke ‘asqalan lalu ke
mekkah. Wallahu a’lam.[6]
2.
Masa pertumbuhan Imam syafi’i dalam menuntut ilmu
Ketika
imam asy-syafi’i dibawa ibunya ke tanah hijaz, yakni kota makkah, ada juga yang
menyebutkan tempat dekat makkah,
mulailah imam syafi’i menghafal al-quran sehingga ia berhasil merampungkan
hafalannya pada usia tujuh tahun dan juga hafal kitab al-muwatta’ (karya imam
malik) dalam usia 10 tahun. Pada usia 15 tahun (ada yang mengatakan 18 tahun),
imam syafi’i berfatwa setelah mendapat izin dari syaikhnya yang bernama muslim
bin khalid az-zanji.
Imam
syafi’i menaruh perhatian yang besar kepada syair dan bahasa dan juga adat
istiadat mereka. sehingga ia hafal syair dari suku hudzail, . Bahkan, ia hidup
bergaul bersama mereka selama 10 atau 20 tahun menurut satu riwayat. Kepada
merekalah imam asy-syafi’i belajar bahsa arab dan balaghah.
Kabilah
hudzail adalah kabilah yang terkenal sebagai suatu kabilah yang paling baik
bahasa arabnya. Sehingga imam syafi’i banyak menghafal syair-syair dan qasidah
dari kabilah hudzail. Sebagai bukti, al-asmai’ pernah berkata : bahwa beliau
pernah membetulkan atau memperbaiki syair-syair hudzail dengan seorang pemuda
dari keturunan bangsa qurasy yang disebut dengan namanya muhammad bin idris,
maksudnya adalah imam syafi’i.
Di
samping mempelajari ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan pula
mempelajari memanah, sehingga beliau dapat memanah sepuluh batang panah tanpa
melakukan satu kesilapan. Beliau pernah berkata : cita-citaku dua perkara :
panah dan ilmu, aku berdaya mengenakan target sepuluh dari sepuluh. Mendengar
percakapan itu orang yang bersamanya berkata : Demi Allah bahwa ilmumu lebih
baik dari memanah.
Imam
asy-syafi’i belajar banyak hadist kepada para syaikh dan imam. Dia membaca
sendiri kitab al-muwatta’ di hadapan imam malik bin anas dengan hafalan
sehingga imam malik pun kagum terhadap bacaan dan kemauannya. Imam asy-syafi’i
juga menimba dari imam malik, ilmu para ulama hijaz setelah ia mengambil banyak
ilmu dari syaikh muslim bin khalid az-zanji. Selain itu, imam syafi’i juga
banyak mengambil riwayat dari banyak ulama, juga belajar al-quran kepada
isma’il bin qasthanthin dari syibl, dari ibnu katsir al-maliki, dari mujahid,
dari ibnu ‘abbas, dari ubay bin ka’ab, dari rasulullah.
C.
Perjalanan imam syafi’i dalam menuntut ilmu
1.
Perjalanan
imam syafi’i ke madinah
Pada usia 20 tahun, imam syafi’i
yang saat itu tinggal di kota makkah, sedang menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu
yang dia peroleh, ia begitu rindu untuk melihat madinah al-munawwarah, dan
masjidnya yang agung, serta mengunjungi makam rasulullah beserta dua
sahabatnya, yaitu abu bakar dan umar. Akan tetapi sebelum pergi ke madinah
selain melihat kota madinah, imam syafi’i sebenarnya pergi untuk menemui imam
malik, imam syafi’i sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengan menghafal kitab
al-muwatta’. Yang mana kitab muwatta’ tersebut sudah ia hafal sejak umur 10
tahun atau ada juga yang menyebutkan dalam usia 13 tahun.
Dalam perjalanannya Imam syafi’i pernah
bercerita : “aku keluar dari makkah untuk hidup dan bergaul dengan suku hudzail
di pedusunan. Aku mengambil bahasa mereka dan mempelajari ucapannya. Mereka
adalah suku arab yang paling fasih. Setelah beberapa tahun tinggal bersama
mereka aku pun kembali ke makkah. Kemudian aku membaca syair-syair mereka,
menyebut peristiwa dan peperangan bangsa arab. Ketika itu lewat seoranng dari
suku az-zuhri ia berkata : hai, abu abdillah, sayang sekali jika keindahan
bahasa yang engkau kuasai tidak di imbangi dengan ilmu dan fiqih. “Siapakah
yang patut aku temui ?” tanya imam syafi’i, lalu orang itu menjawab : “malik
bin anas,” pemimpin umat islam. Imam syafi’i berkata : maka timbullah minatku
untuk mempelajari kitab al-muwatta’. Untuk itu aku meminjam kitab tersebut pada
seorang laki-laki di makkah. Setelah menghafalnya, aku pergi menjumpai gubernur
makkah dan mengambil surataku berikan kepada gubernur madinah dan imam malik
bin anas.
Sampainya
di madinah, gubernur madinah sudah membaca surat tersebut. Dan gubernur madinah
sangat senang dengan kehadiran imam syafi’i, akan tetapi imam syafi’i yang
minta tolong kepada gubernur madinah untuk mendatangkan imam malik sangatlah
susah. Pada saat gubernur dan imam syafi’i berada di depan pintu rumah imam
malik, gubernur menyerahkan surat dari gubernur makkah, kemudian imam malik
membacanya sampai selesai lalu imam malik mencampakkan surat itu, dan imam
syafi’i berkata : semoga allah memperbaikimu dan semoga allah menjadikan tuan
sebagai orang yang shalih. Kemudian imam malik memandang imam syafi’i dan
bertanya : siapakah namamu ? nama saya adalah muhammad, ia berkata : hai
muhammad bertaqwalah kepada allah, tinggalkanlah maksiat, maka engkau akan
menjadi orang besar. Sesungguhnya aku melihat cahaya dalam dirmu dan janganlah kamu
padamkan dengan maksiat. Lalu imam malik berkata lagi : datanglah besok, ada
oorang yang akan membacakan kitab al-muwatta; untukmu. Dan imam syafi’i berkata
sesungguhnya aku sudah menghafalnya.
Besoknya
imam syafi’i melanjutkan : datang pagi-pagi dan mulai membaca kitab itu, namun,
imam syafi’i agak segan kepada imam malik dan ingin memberhentikan bacaannya,
akan tetapi imam malik menyuruhnya membaca terus karena imam malik tertarik
dengan bacaan i’rab imam syafi’i. Begitu
setiap hari yang dilakukan imam syafi’i. Dan setelah itu, imam syafi’i tinggal
di madinah hingga imam malik wafat.
Ia
pergi ke madinah dalam usia 10 atau 13 tahun yakni tahun 163 H. Kemudian, ia
pulang pergi ke madinah dan makkah dan perkampungan hudzail meskipun ia sering
mendampingi imam malik di madinah hingga imam malik wafat pada tahun 179 H.
2.
Perjalanan
imam syafi’i ke iraq
Saat
masih di madinah, imam syafi’i mengetahui bahwa imam abu hanifah dulu berada di
iraq. Dia bertekad ingin dengannya dan para ulama yang lain. Kemudian imam
syafi’i pergi menemui imam malik dan berkata : saya berkeinginan pergi ke iraq
untuk menambah ilmu. Imam malik berkata : rasulullah bersabda : “sesungguhnya para malaikat meletakkan
sayapnya untuk penuntut ilmu, karena ridha dengan apa yang mereka cari” kemudian imam malik menyodorkan 64 dinar
sebagai bekal menuntut ilmu.
Sesampainya
di kufah dia melihat seorang anak sedang shalat, karena merasa shalatnya kurang
sempurna, lalu imam syafi’i menasehatinya dan anak ini tidak terima dan anak
itu berkata : saya sudah 15 tahun dihadapan abu yusuf fan ibn al hasan dan dia
tidak pernah mengkritikku. Kemudian anak itu langsung melapor kepada abu yusuf
dan ibnu hasan bahwa ada orang yang mengkritik shalatnya. Kemudian ibnu hasan
menyuruh anak itu untuk menanyakan, bagaimana anda shalat ? lalu imam syafi’i
menjawab dengan dengan dua fardhu dan satu sunat yaitu dua fardhu adalah niat
dan takbiratul ihram sementara sunnah adalah mengangkat tangan sampai
ketelinga. Mendengar jawaban itu abu yusuf dan ibnu hasan langsung berkenalan
dengan imam syafi’i. Dan ibnu hasan seringkali bertanya, dan semua pertanyaan
dijawab dengan jawaban yang cukup lengkap.
Imam
syafi’i tinggal di kufah bersama ibn hasan. Selama itu dia sudah menulis sebuah
buku. Dan ibn hasan sangat senang dengan kedatangan imam syafi’i , serta
mengizinkan imam syafi’i untuk menulis buku-buku yang dia miliki di
perpustakaan pribadinya sesuka hatinya. Ketika ia hendak meninggalkan iraq, ia
ingin keliling beberapa kota di iraq.
3.
Perjalanan
imam syafi’i ke yaman
Walaupun
imam asy-syafi’i sudah sangat terkenal
di makkah dan madinah, dan dikalangan pelajar, yang aktif mengikuti
pelajarannya namun ia tidak pernah mengambil upah baik dimadinah maupun di
makkah, lain halnya dengan yaman. Disana mereka mencarikan syafi’i pekerjaan,
dimana dia bisa mengambil upah dari pekerjaannya tersebut, yaitu pekerjaan
dalam bidang peradilan, yang sesuai dengan pemahamankeahlian dan bidangnya.
Kemasyhuran
imam syafi’i sampai ke kota makkah sehingga ketika orang-orang yaman pergi ke makkah
bersamanya, untuk melakukan umrah di bulan rajab, pujian dan sanjungan
seringkali di ucapkan dari mulut mereka (penduduk makkah) sehingga seorang
syaikh sofyan bin uyainah, seorang ahli hadist makkah, turut menyambut ketika
bertemu dengannya dan berkata : kebaikan yang engkau perbuat di yaman telah
sampai beritanya kepadaku, apapun yang engkau kerjakan untuk allah akan kembali
kepadamu. Aku berharap tidak kembali lagi ke yaman.
Namun
imam syafi’i tidak memenuhi saran gurunya dan tetap kembali ke yaman, disana
mereka telah menyediakan satu jabatan yang tinggi yaitu mengangkatnya menjadi
hakim di najran. Penduduk najran mencoba untuk mendekati dan mengambil
perhatian imam syafi’i, seperti yang mereka lakukan kepada hakim-hakim
sebelumnya, namu mereka gagal. Imam syafi’i tetap istiqamah dalam menegakkan
keadilan dan menumbang kebatilan. Untuk itu mereka mulai merancangkan sebuah
kejahatan untuk menghasut amirul mukminin bahwa syafi’i melawan pemerintah
pusat.
Dia
meninggalkan yaman dan kembali ke makkah, dia tidak banyak melakukan hal-hal di
yaman kecuali dia telah menikah dan mempunyai anak.
4.
Kembalinya
imam syafi’i ke makkah
Imam syafi’i kembali ke makkah al-mukarramah.
Pada perjalanannya yang sebelumnya dia telah menyerap ilmu-ilmu dari hijaz dan
iraq. Dia kembali dengan membawa ilmu ra’yi yang diperoleh dari pertemuannya
dengan seorang fakih iraq yaitu muhammad bin hasan, teman abu hanifah. Ilmu ini
dia sinergikan dengan ilmu ahli hijaz, yang diperolehnya dari imam malikdi
masjid nabawi dan syaikh muslim khalid az-zanji, syaikh masjidil haram, dan
sofyan bin uyainah seorang alim makkah.
Kepulangan
imam syafi’i bukan untuk bergabung dengan halaqah yang telah ada di masjidil
haram, akan tetapi membuat halaqah yang baaru, halaqah yang dibentuknya banyak
menarik banyak kalangan ulama, mereka turut mendengarkan metode-metode yang
diterapkan dalam mengambil hukum. Diantara ulama ini adalah imam ahmad bin
hanbal. Ketika beliau ke makkah untuk menunaikan ibadah haji. Beliau bertemu
dengan ulama besar dan para perawi hadist terutama sofyan bin syafi’i.
Seorang
alim dari iraq yang datang bersama imam ahmad bin hanbal ke makkah untuk haji
dan ilmu, dan belum mengetahui asy-syafi’i, berkata kepada imam ahmad : hai
abdullah ! anda meninggalkan abu uyainah untuk datang kemari ? beliau berkata;
diam ! jika engkau ketinggalan sebuah hadist dari atas, engkau bisa dapatkan
dari bawah, jika engkau ketinggalan akal ini, aku takut engkau tidak akan
mendapatkan lagi, sungguh, aku belum pernah melihat seorang fakih tentang kitab
allah kecuali pemuda ini. Aku bertanya ; siapakah dia ? dia adalah muhammad bin
idris.
5.
Perjalanan
imam syafi’i ke baghdad
Perjalanan
ke baghada yang kedua kalinya, terjadi pada tahun 195 H, setalah imam syafi’i
mendapatkan kemasyhuran yang cukup besar, leawat ulama-ulama besar hadist dan
fiqih ; seperti ; ahmad bin hanbal, ishaq bin rahawaih, dan abdurrahman bin
mahdi, ulama terakhir inilah meminta syafi’i untuk menulis bukunya yang
terkenal “ar risalah “ buku yang memuat gagasan fiqih asy-syafi’i.
Asy-syafi’i
memasuki baghdad seraya mengumumkan ijtihadnya, dengan bekal ilmu, argumen yang
kuat, serta kemampuan untuk menjelaskan ide-idenya. Di baghdad ia tinggal
dirumah az- za’ fani, seorang sastrawan yng kaya dan memiliki kedekatan dengan
para penguasa iraq.
Disana
imam syafi’i mendatangi masjid al-jami’ yang biasanya diadakan halaqah ilmu,
dia mulai menyampaikan pelajaran dalam bidang usul fiqih sehingga para pelajar
dan ulama-ulama berbondong- bondong dalam menimba ilmu.
Para
ahli hadist dan fiqih iraq berlomba mendatangi asy-syafi’i, mereka sangat
mencintainya dimana ulama yang lain tidak merasakan hal yang sama. Ilmu yang
dimiliki oleh imam asy-syafi’i ini sungguh memberikan manfaat kepada umat.
Mereka juga sering melontarkan pujian kepada imam syafi’i. Para faqih dan ahli
ijtihad serta ahli bahasa sepakat mengatakan “mereka belum pernah melihat alim
seperi asy-syafi’i.”
6.
Perjalanan
asy-syafi’i ke mesir
Ketika
khalifah abbasiyah al-ma’mun bin harun ar-rasyid ingin mengangkat wali mesir,
yaitu al-abbas bin musa. Dan syafi’i memiliki hubungan yang baik dengan
al-abbas bin musa, sehingga timbul keinginan untuk mengunjunginya di mesir.
Ketika penduduk baghdad mengetahui rencana ini, maka mereka bersedia melepas
kepergiannya, termasuk ibn hanbal.
Dalam
kepergiannya imam syafi’i ditemani oleh sejumlah murid-muridnya.diantaranya :
ar-rabi’ al-mirawi, abdullah bin az-zubair al-humaidi dan yang lainnya. Tiba di
mesir bulan syawwal tahun 199 H. Al-abbas bin musa penguasa baru mesir meminta
asy-syafi’i tinggal dirumahnya, namun ia menolak dan memilih untuk tinggal
bersama bani azdi.
Pagi
harinya, seorang alim bernama abdullah bin abdul hakam datang menemui imam
syafi’i, ia adalah salah seorang ulama besar mesir saat itu dan salah seorang
yang didektekan al-muwatta’ oleh asy-syafi’i ketika berada di madinah. Ternyata
ia sudah mendapati imam syafi’i telah memasuki masa tua, rambutnya dipenuhi
oleh warna kemerah-merahan, badannya tinggi, suaranya sangat lantang,
perkataannya menjadi hujjah dalam masalah bahasa, tercermin tanda-tanda
keberanian, wajahnya tidak dipenuhi oleh daging, pipinya persegi panjang serta
lehernya panjang demikian pula tangan dan lengannya.[7]
D.
Guru dan Murid Imam Syafi’i
1.
Guru-guru imam syafi’i
Guru
imam syafi’i yang pertama adalah muslim khalid az-zinji dan lain-lainnya
dari makkah. Ketika umur belia 13 tahun beliau mengembara ke madinah. Di
madinah beliau belajar dengan imam malik sampai imam malik meninggal
dunia[8].
1.
Gurunya
di makkah : muslim bin khalid az-zinji, sufyan bin uyainah, said bin al-kudah,
daud bin abdur rahman, al-attar dan abdul hamid bin abdul aziz bin abi daud.
2.
Gurunya
di madinah : malik bin anas, ibrahim bin sa’ad al-ansari, abdul ‘aziz bin
muhammad ad-dawardi, ibrahim bin yahya, al usami, muhammad said bin abi fudaik
dan abdullah bin nafi’ as-saigh.
3.
Gurunya
di yaman : matraf bin mazin, hisyam bin yusuf kadhi bagi kota san’a, umar bin
abi maslamah, dan al-laith bin sa’ad.
4.
Gurunya
di iraq : muhammad bin al hasan, waki’bin al-jarrah al-kufi, abu usamah hamad
bin usamah al-kufi, ismail bin attiah al-basri dan abdul wahab bin abdul majid
al-basri.
5.
Gurunya
di baghdad : muhammad bin al-hasan.
2.
Murid-murid imam syafi’i
Di
makkah : abu bakar al-humaidi, ibrahim bin
muhammad al-abbas, abu bakar muhammad bin idris, musa bin abi al-jarud
Di
baghdad : al-hasan as-sabah az-za’farani,
al-husin bin ali al karabisi, abu thur al-kulbi dan ahmad bin muhammad
al-asy’ari al-abasri
Di
mesir : hurmalah bin yahya, yusuf bin yahya
al-buwaiti, ismail bin yahya al-mizani, muhammad bin abdullah bin abdul hakam
dan ar-rabi’bin sulaiman al-jizi.
Diantara
para muridnya yang termasyhur sekali adalah ahmad bin hanbal, yang mana
beliau telah memberi jawaban kepada pertanyaan tentang imam syafi’i dengan
katanya : allah ta’ala telah memberi kesenangan dan kemudahan kepada kami
melalui imam syafi’i.
E.
Kitab-Kitab Karangan Imam Syafi’i Yang Terkenal
Para
ulama telah menyebutkan karangan imam asy-syafi’i yang tidak sedikit diantara
karangannya : [9]
1.
Kitab
al-umm
Sebuah
kitab tebal yang terdiri dari empat jilid dan berisi 128 masalah. Al-hafizh
ibnu hajar berkata : jumlah kitab (masalah) dalam kitab al-umm lebih dari 140
bab-wallahu a’lam. Dimlai dari kitab at-thaharah (maslah bersuci) kemudian
kitab (as-shalah) masalah shalat. Begitu seterusnya yang beliau susun
berdasarkan bab-bab fiqih. Kitabnya yang diringkas oleh al-muzani yang kemudian
dicetak bersama al-umm. Sebagian orang ada yang menyangka bahwa kitab ini
bukanlah pena dari imam asy-syafi’i, melainkan karangan al-buwaiti yang disusun
oleh ar-rabi’in bin sulaiman al-muradi.
Bersama
dengan kitab al-umm, dicetak pula kitab-kitab lainnya, yaitu :
a.
Kitab
jima’ul ‘ilmi sebagai pembela terhadap as-sunah dan pengamalannya.
b.
Kitab
ibthaalul istihsan, sebagai sanggahan terhadap para fuqaha (ahli fiqih) dari
mazhab hanafi
c.
Kitab
perbedaan antara imam malik dan imam syafi’i
d.
Kitab
ar-radd ‘alaa muhammad bi hasan (bantahan terhadap muhammad bin hasan)
2.
Kitab
ar-risalah jadiidah
Sebuah
kitab yang telah dicetak dan di tahqiq (diteliti) oleh syaikh ahmad syakir,
yang diambil dari riwayat ar-rabi’in bin sulaiman dari imam asy-syafi’i. Kitab
ini terdiri dari satu jilid besar. Didalam kitab ini imam syafi’i berbicara
tentang al-quran dan penjelasannya, beliau mengemukakan bahwa banyak dalil
mengenai keharusan berhujjah dan berargumentasi dengan as-sunah. Beliau juga
mengupas masalah nasikh dan mansukh dalam al-quran dan as-sunah, menguraikan
tentang ‘ilal (‘illat/cacat) yang terdapat pada bagian hadist dan alasan dari
keharusan mengambil hadist ahad sebagai hujjah dan dasar hukum, serta apa yang
boleh diperselisihkan dan tidak boleh diperselisihkan di dalamnya.
Selain
kedua kitab yang telah disebutkan, ada bebeerapa kitab lain yang dinisbahkan
kepada imam syafi’i, seperti kitab al-musnad, as-sunanar-radd ‘alal
baraahimah, mihnatusy syafi’i, ahkamul al-quran dan lain-lain.
Dasar
atau sumber hukun yang digunakan imam syafi’i dalam melakukan ijtihad adalah :[10]
1.
Al-quran
2.
Sunnah,
baik yang mutawatir maupun yang ahad
3.
Ijmak
sahabatan
4.
Qaul
sahabi, atau perkataan sahabat secara pribadi
5.
Qiyas,
yaitu keharusan membawa furu’ (masala baru) kepada ashl (masalah yang sudah
ditetapkan hukumnya dalam nash).
6.
Istishab,
menggunakan hukum yang sudah ada sampai ada hukum baru yang mengubahnya.
F.
Wafatnya Imam Asy-Syafi’i
Diakhir
hayatnya,imam asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang di
mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya, ia terkena
penyakit wasir yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya
terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak
memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun
204 H.
Al-muzani
berkata : tatkala aku menjenguk iam asy-syafi’i pada saat sakit yang membawa
kepada kematiaannya, aku bertanya kepadanya : bagaimanakah keadaanmu, wahai
ustadz ? imam syafi’i menjawab : aku akan meninggalkan dunia dan berpisah
dengan para sahabatku. Aku akan meneguk piala kematian dan akan menghadap allah
serta akan bertemu dengan amal jelekku. Demi allah, aku tidak tahu kemana ruhku
akan kembali : ke surga yang dengannya aku akan bahagia atau ke neraka yang
dengannya aku berduka. [11]
Kemudian
imam syafi’i melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada orang-orang di
sekitar itu: jika aku meninggal, pergilah kalian kepada penguasa, dan mintalah
kepadanya agar sudi memandikanku, lalu sepupunya berkata : kami akan turun
sebentar untuk shalat, imam syafi’i menjawab, pergilah dan setelah itu,
duduklah disini menunggu keluarnya ruhku. Lalu kami turun untuk shalat di
masjid, ketika kami kembali, kami berkata kepadanya :apakah engkau sudah shalat
? sudah jawab imam syafi’i, lalu ia meminta segelas air, pada saat itu sedang
musim dingin, kami berkata : biar kami campurkan dengan air hangat, ia berkata
: jangan, sebaiknya dengan air safarjal. Lalu ia wafat. Ada yang mengatakan
wafatnya pada akhir isya (menjelang subuh) dan ada juga yang mengatakan sesudah
maghrib.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
sejarawan
sepakat bahwa imam asy-syafi’i lahir pada tahun 150 H. Nama lengkap dari
Imam Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin
Syafi’i bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin
‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib.
Diakhir
hayatnya,imam asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang di
mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya, ia terkena
penyakit wasir yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya
terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak
memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun
204 H.
B.
Saran
Saran nya yaitu supaya umat Islam sering membaca
tentang tokoh Islam khusus nya (Remaja Islam). Agar mengetahui perjuangan para
tokoh-tokoh Islam dalam Islam. Agar lebih mantap dengan Islam dan lebih
mendekatkan diri kepada ALLAH SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i
Syaikh
M. Hasan al-jamal,biografi 10 imam besar, jakarta: pustaka al-kautsar
Dr. Ali
sodiqin, dkk, fiqh ushul fiqh, yogyakarta
Dr. Ahmad asy-syurbasi, sejarah
dan biografi empat imam mazhab, jakarta: PT.Bumi aksara
[1] Dr.
Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i, hlm. 15
[2] Syaikh
M. Hasan al-jamal,biografi 10 imam besar, jakarta: pustaka al-kautsar,
hlm. 59
[3] Syaikh
M. Hasan al-jamal,biografi 10 imam besar, jakarta: pustaka al-kautsar,
hlm. 60
[4] Dr.
Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i, hlm. 17
[5] Dr.
Ahmad asy-syurbasi, sejarah dan biografi empat imam mazhab, jakarta: PT. Bumi
aksara,hlm. 141
[6] Dr.
Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i, hlm. 18-19
[7] Syaikh
M. Hasan al-jamal,biografi 10 imam besar, jakarta: pustaka al-kautsar,
hlm. 79
[8] Dr.
Ahmad asy-syurbasi, sejarah dan biografi empat imam mazhab, jakarta: PT.
Bumi aksara,hlm. 141
[9] Dr.
Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i, hlm. 49
[10] Dr. Ali
sodiqin, dkk, fiqh ushul fiqh, yogyakarta, hlm. 139
[11] Dr.
Muhammad bin A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka
imam syafi’i, hlm. 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar